Selasa, 27 November 2012


KONSEP TEORI

A.    Pengertian
SLE (Sistemisc Lupus Erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.

B.     Etiologi
Hingga kini faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).

C.     Tanda dan gejala
Tanda atau gejala lainnya dari SLE telah dinyatakan oleh “American College of Rheumatology” yaitu 11 kriteria untuk klasifikasi SLE. Kesebelas kriteria tersebut antara lain:
·         Ruam malar
·         Ruam discoid
·         Fotosensitivitas (sensitivitas pada cahaya)
·         ulserasi (semacam luka) di mulut atau nasofaring
·         Artritis
·         Serositis (radang membran serosa), yaitu pleuritis (radang pleura) atau perikarditis (radang perikardium)
·         Kelainan ginjal, yaitu proteinuria (adanya protein pada urin) persisten >0.5 gr/hari
·          Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang
·         Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik atau leucopenia
·         kelainan imunologik, yaitu ditemukan adanya sel LE positif atau anti DNA positif
·          adanya antibodi antinuklear.
Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan antara lain penurunan berat badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada arthritis.
D.    Phatofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
 Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
E.     Komplikasi
1.      Vaskulitis
2.      Perikarditis
3.      Myocarditis
4.      Anemia Hemolitik
5.       Intra Vaskuler Trombosis
6.      Hypertensi
7.       Kerusakan Ginjal Permanen
8.      Gangguan Pertumbuhan

F.      Pemeriksaan penunjang
·         Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan:
a.       Hematologi (Ditemukan anemia, leukopenia,trombositopenia).
b.      Kelainan imunologis (Ditemukan sel LE, antibodi, komplemen serum menurun, anti DNA, ENA (extractable nuclear antigen), faktor reumatoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu).
·         Histopatologi
a.      Umum (Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks).
b.     Ginjal (2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus membranosa).
c.       Kulit (Pemeriksaan imunofluresensidirek menunjukkan deposit IgG granular pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena (70%) (lupus band test) yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan tidak terpajan (non-exposed areas).

G.    Penatalaksanaan
·         Medis
1.      Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2.       Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
3.      Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
4.      Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum) (metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off).
5.      AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
6.      Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
7.      Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3 minggu.

·         Keperawatan
1.      Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
2.      Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SL
E.













KONSEP ASKEP

A.    Pengkajian
Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
1.       Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.

2.       Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.

3.       Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.

4.       Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

5.       Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.

6.       Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

7.       Sistem Renal
Edema dan hematuria.

8.       Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.

B.     Diagnosa keperawatan
1.      Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi/kerusakan jaringan
2.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
3.      Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
















C.     Rencana keperawatan
No
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1
Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat:
·         Mengungkapkan keluhan hilangnya/berkurangnya nyeri
·         Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
·         Dapat beristirahat dan mendapatkan pola tidur yang adekuat. 
1.      tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka.
2.       Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.
3.       Kaji keluhan nyeri. Perhatikan lokasi/karakter dan intensitas (skala 0-10). Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah pasien di beri obat dan/atau pada hidroterapi
4.      Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri.
5.       Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.
6.      Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi
1.        suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
2.        pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil.
3.        nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridement.
4.         menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan debridemen.
5.        pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
6.        membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.

2
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi dengan criteria :
·         Menjaga kebersihan di daerah lesi
·         Memakai alat pelindung kulit yang dapat menyebabkan iritasi atau infeksi berulang.
1.      kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan
2.      Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
3.      Gunting kuku secara teratur.
4.      Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk.
5.      Kolaborasi
gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai indikasi.
1.      menentukan garis dasar di perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
2.      mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi
3.       kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
4.      dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
5.       digunakan pada perawatan lesi kulit

3
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat:
·         mempertahankan berat badan antar 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit.
·         Menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal (Hb meningkat)
·         Melaporkan perbaikan tingkat energy
·         Melaporkan kebersihan mulut dan timbulnya nafsu makan
1.      Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan.
2.      berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
3.      Jadwalkan obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.
4.      dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin. Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu makan.
5.      dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.
6.      Catat pemasukan kalori



1.      Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
2.      mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis
3.      mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
4.      lambung yang penuh akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan
5.      dapat meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat.
6.      mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas



Tidak ada komentar:

Posting Komentar