KONSEP TEORI
A.
Pengertian
SLE
(Sistemisc Lupus Erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoantibodi dalam tubuh.
B. Etiologi
Hingga kini faktor yang merangsang
sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum diketahui. Ada
kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet, dan obat-obatan
tertentu memainkan peranan.Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini
lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang
terdapat pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan
antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini masih
dalam kajian. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu
penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu
meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik Lupus
Erythematosus (SLE).
C. Tanda
dan gejala
Tanda atau gejala lainnya dari SLE
telah dinyatakan oleh “American College of Rheumatology” yaitu 11 kriteria
untuk klasifikasi SLE. Kesebelas kriteria tersebut antara lain:
·
Ruam malar
·
Ruam discoid
·
Fotosensitivitas (sensitivitas pada
cahaya)
·
ulserasi (semacam luka) di mulut
atau nasofaring
·
Artritis
·
Serositis (radang membran serosa),
yaitu pleuritis (radang pleura) atau perikarditis (radang perikardium)
·
Kelainan ginjal, yaitu proteinuria
(adanya protein pada urin) persisten >0.5 gr/hari
·
Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang
·
Kelainan hematologik, yaitu anemia
hemolitik atau leucopenia
·
kelainan imunologik, yaitu ditemukan
adanya sel LE positif atau anti DNA positif
·
adanya antibodi antinuklear.
Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan
antara lain penurunan berat badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada
arthritis.
D. Phatofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat
terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang
berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara
faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit
yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari,
luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid,
isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi
diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul
penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi
antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut
berulang kembali.
E. Komplikasi
1.
Vaskulitis
2.
Perikarditis
3.
Myocarditis
4.
Anemia
Hemolitik
5.
Intra Vaskuler Trombosis
6.
Hypertensi
7.
Kerusakan Ginjal Permanen
8.
Gangguan
Pertumbuhan
F. Pemeriksaan
penunjang
·
Pemeriksaan laboratorium mencakup
pemeriksaan:
a.
Hematologi (Ditemukan anemia, leukopenia,trombositopenia).
b.
Kelainan imunologis (Ditemukan sel
LE, antibodi, komplemen serum menurun, anti DNA, ENA (extractable nuclear
antigen), faktor reumatoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu).
·
Histopatologi
a. Umum
(Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi
onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks).
b. Ginjal
(2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus
membranosa).
c. Kulit (Pemeriksaan imunofluresensidirek
menunjukkan deposit IgG granular pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi
kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena (70%) (lupus band
test) yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang
tidak terkena dan tidak terpajan (non-exposed areas).
G. Penatalaksanaan
·
Medis
1.
Preparat NSAID untuk mengatasi
manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid, secara topikal
untuk kutaneus.
2.
Obat antimalaria untuk gejal kutaneus,
muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
3.
Preparat imunosupresan (pengkelat
dan analog purion) untuk fungsi imun.
4.
Kortikosteroid (prednison 1-2
mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum) (metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse
steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off).
5.
AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2
minggu sebelum TP).
6.
Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg
per oral).
7.
Siklofospamid, diberikan pada kasus
yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid
selama 3 bulan setiap 3 minggu.
·
Keperawatan
1.
Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
2.
Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
KONSEP ASKEP
A.
Pengkajian
Anamnesis
riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah,
nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya
hidup serta citra diri pasien.
1. Kulit
Ruam eritematous, plak
eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
2. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang
menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
3. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan
dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
4. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri
atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.Ulkus
oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
5. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
6. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole
terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari
kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tangan dan berlanjut nekrosis.
7. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
8.
Sistem
saraf
Sering terjadi depresi dan
psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
B.
Diagnosa
keperawatan
1.
Nyeri
kronik berhubungan dengan imflamasi/kerusakan jaringan
2.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
3.
Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
C. Rencana
keperawatan
No
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Nyeri
kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat:
·
Mengungkapkan
keluhan hilangnya/berkurangnya nyeri
·
Menunjukkan
posisi/ekspresi wajah rileks
·
Dapat
beristirahat dan mendapatkan pola tidur yang adekuat.
|
1.
tutup
luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada
udara terbuka.
2.
Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu
penghangat, penutup tubuh hangat.
3.
Kaji keluhan nyeri. Perhatikan lokasi/karakter dan
intensitas (skala 0-10).
Lakukan penggantian balutan dan
debridemen setelah pasien di beri obat dan/atau pada hidroterapi
4.
Dorong
ekspresi perasaan tentang nyeri.
5.
Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh
relaksasi progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.
6.
Berikan
aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi
|
1.
suhu
berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung
saraf.
2.
pengaturan
suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas eksternal perlu untuk
mencegah menggigil.
3.
nyeri
hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan
jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan
dan debridement.
4.
menurunkan
terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan
debridemen.
5.
pernyataan
memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
6.
membantu
mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.
|
2
|
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat
menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi
dengan criteria :
·
Menjaga
kebersihan di daerah lesi
·
Memakai
alat pelindung kulit yang dapat menyebabkan iritasi atau infeksi berulang.
|
1.
kaji
kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi
dan amati perubahan
2.
Pertahankan/instruksikan
dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan
berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
3.
Gunting
kuku secara teratur.
4.
Tutupi
luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif,
mis, duoderm, sesuai petunjuk.
5.
Kolaborasi
gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai indikasi. |
1.
menentukan
garis dasar di perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan
intervensi yang tepat
2.
mempertahankan
kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi
3.
kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan
dermal.
4.
dapat
mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
5.
digunakan pada perawatan lesi kulit
|
3
|
Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat:
·
mempertahankan
berat badan antar 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit.
·
Menunjukkan
nilai laboratorium dalam batas normal (Hb meningkat)
·
Melaporkan
perbaikan tingkat energy
·
Melaporkan
kebersihan mulut dan timbulnya nafsu makan
|
1.
Kaji
kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan.
2.
berikan
perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi.
Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
3.
Jadwalkan
obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan cairan
dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.
4.
dorong
aktivitas fisik sebanyak mungkin. Berikan
fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati
waktu makan.
5.
dorong
pasien untuk duduk pada waktu makan.
6.
Catat
pemasukan kalori
|
1.
Lesi
mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan
kemampuan pasien mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
2.
mengurangi
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan
mukosa dan halitosis
3.
mulut
yang bersih meningkatkan nafsu makan.
4.
lambung
yang penuh akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan
5.
dapat
meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat.
6.
mengurangi
rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas
|