BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa
lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi
juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Sejalan dengan
semakin baiknya status kesehatan masyarakat, usia harapan hidup masyarakat
Indonesia juga semakin tinggi, sehingga mengakibatkan jumlah lansia juga
semakin bertambah.
Saat ini,
jumlah lansia yang ada di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik
mencapai 18,7 juta orang (8,5%) dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini akan
menjadikan Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak negara berpolulasi lansia
setelah Cina, India dan Amerika. Berdasarkan Survei Kesehatan Depkes RI,
menyatakan, gangguan mental pada usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang
berusia di atas 65 tahun 12,3%. Angka ini diperkirakan akan semakin meningkat
pada tahun-tahun berikutnya. Karenanya pengenalan masalah mental sejak dini
merupakan hal yang penting, sehingga beberapa gangguan masalah mental pada
lansia dapat dicegah, dihilangkan atau dipulihkan.
Jika
tidak didiagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut dapat mengalami
perburukan dan membutuhkan penanganan yang kompleks. Kepandaian menyiasati
dapat menjadikan masa tua yang menyenangkan, produktif dan energik tanpa harus
merasa tua dan tidak berdaya.
Dengan
penjelasan di atas, kami tertarik untuk membahas gangguan fungsi mental pada
lansia lebih lanjut. Kami sebagai calon perawat tertarik untuk membahas tentang
asuhan keperawatan gangguan fungsi mental pada lansia.
B. Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini
adalah untuk untuk mendapatkan pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada lansia dengan gangguan mental dengan menggunakan proses keperawatan.
2.
Tujuan
Khusus
·
Mahasiswa
mengetahui mengenai gangguan fungsi mental pada lansia.
·
Mahasiswa
mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan masalah mental.
·
Mhasiswa
mampu membuat rencana keperawatan yang telah disusun.
·
Mahasiswa
mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
·
Mahasiswa
mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental.
C. Sistematika
Penulisan
Makalah
ini terdiri dari empat bab : BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang ,
Tujuan penulisan, Sistematika penulisan. BAB II Pembahasan terdiri dari
pengertian mental, aspek-aspek mental, Masalah di bidang psikogeratri,
Pendekatan Perawatan Lanjut Usia. BAB III Asuhan Keperawatan terdiri dari
pengkajian, analisa data, rencana keperawatan. BAB IV Penutup terdiri dari
simpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian Mental
Lansia
atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang
dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging proses.
Mental
berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa, nyawa, sukma,
roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus psikologi
Kartini Kartono, (1987:278) mengemukakan: mental adalah yang berkenaan dengan
jiwa, batin ruhaniah. Dalam pengertian aslinya menyinggung masalah: pikiran,
akal atau ingatan. Sedangkan sekarang ini digunakan untuk menunjukkan
penyesuaian organisme terhadap lingkungan dan secara khusus menunjuk
penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari oleh individu.
Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647) adalah“Berkenaan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga, Bukan bersifat badan atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan melainkan juga pembangunan batin dan watak”.
Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647) adalah“Berkenaan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga, Bukan bersifat badan atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan melainkan juga pembangunan batin dan watak”.
Mental
secara istilah dapat diartikan dengan “semangat jiwa yang tegar, yang aktif,
yang mempengaruhi perilaku hidup dan kehidupan manusia” (Mawardi Labay El-
Sulthani, 2001:2).
Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya.
Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya.
B. Aspek-aspek
Mental
Manusia
adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin kembali pada kebenaran
yang sejati, karena pada diri manusia mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang bisa
mempengaruhi segala sikap dan tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan
maka aspek-aspek manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
Kartini
Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.
·
Keinginan
: perihal yang diinginkan
·
Tindakan
: perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang
dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.
dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.
·
Tujuan
: arah yang dituju, maksud atau tuntutan.
·
Usaha
: kegiatan untuk mengarahkan tenaga, pikiran atau badan
untuk mencapai suata maksud.
untuk mencapai suata maksud.
·
Perasaan
: hasil/ perbuatan merasa dengan panca indera. Rasa/keadaan batin dalam
menghadapi sesuatu.
2.
Zakiah
Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah kehendak, sikap, dan tindakan.
·
Kehendak
: kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
·
Sikap
: posisi mental (perasaan terhadap bahasa sendiri/bahasa
orang lain).
orang lain).
·
Tindakan
: perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang
Dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.
Dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.
3.
Mawardi
Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter manusia.
·
Sifat
: rupa/keadaan yang nampak pada suatu benda/lahiriah
·
Karakter
: sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai kepribadian.
seseorang dari yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai kepribadian.
4.
Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek
mental yang ada dalam diri manusia adalah kesadaran diri, amarah, dan
keinginan.
·
Kesadaran
diri : kesadaran seseorang/keadaan dirinya sendiri.
·
Amarah
: sangat tidak senang.
·
Keinginan
: perihal yang diinginkan.
5.
Al
Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah yang merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.
·
Merasa
: mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra
(seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).
(seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).
6.
Hanna
Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan-angan.
·
Berpikir
: menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan
dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang.
dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang.
·
Berkehendak
: kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
·
Merasa
: mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh)
indra (seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).
indra (seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).
·
Berangan-angan
: mempunyai angan-angan (pikiran/ingatan).
C. Aspek-aspek
Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada Lansia
Masalah
kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,
psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak
labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia,
perasaan kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi
rentan mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan),
psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental
lansia adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan
dari keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi
kemunduran.
Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih menonjol daripada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada umumnya, lansia mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati, mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan harapan tersebut, dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang kakek/nenek, perubahan dalam hubungan dengan anak karena sudah harus memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang dianggap sebagai teman untuk dimintai pendapat dan pertolongan, perubahan peran dari seorang pekerja menjadi pensiunan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat sebagai seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung dari tunjangan pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan kemampuan ini akan memunculkan gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi tua.”
Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih menonjol daripada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada umumnya, lansia mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati, mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan harapan tersebut, dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang kakek/nenek, perubahan dalam hubungan dengan anak karena sudah harus memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang dianggap sebagai teman untuk dimintai pendapat dan pertolongan, perubahan peran dari seorang pekerja menjadi pensiunan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat sebagai seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung dari tunjangan pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan kemampuan ini akan memunculkan gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi tua.”
Pada
umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status, dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya dan sangat tergantung pada sikap mental
individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang menerima, ada
yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada
juga yang seolah-olah pasrah terhadap pensiun.
Pernyataan
di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri manusia adalah
aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik manusia itu sendiri.
Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya yang
merupaka motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu aspek-aspek mental
tersebut bisa manusia kendalikan melalui proses pendidikan.
D. Factor-faktor
Yang Mempengaruhi Perubahan Mental
1.
Perubahan
fisik,
a.
Sel
: jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan
interseluler menurun
b.
Kardiovaskuler:
katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi
dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya retensi
pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat
c.
Persarafan:
saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang
atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon
motorik dan reflek
d.
Pendengaran:
membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang
pendengaran mengalami kekakuan.
e.
Penglihatan:
respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun, katarak
f.
Belajar
dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori menurun
karena proses encoding menurun
g.
Intelegensi:
secara umum tidak berubah
2.
Kesehatan
umum
Keadaan fisik lemah dan tidak
berdaya sehingga harus bergantung pada orang lain. Terjadi banyak perubahan
dalam penampilan lansia, seperti pada bagian kepala dengan rambut yang menipis
dan berubah menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang membungkuk dan tampak
mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan menjadi kendur dan terasa
berat,
sedangkan ujung tangan tampak
mengerut. Selain itu, fungsi pancaindera terjadi perubahan seperti ada
penurunan dalam kemampuan melihat objek, kehilangan kemampuan mendengar bunyi
dengan nada yang sangat tinggi, penurunan sensitivitas papil-papil pengecap
(terutama terhadap rasa manis dan asin), penciuman menjadi kurang tajam, dan
kulit yang semakin kering dan mengeras menyebabkan indra peraba di kulit
semakin peka.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang tegaknya tubuh, lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan kecepatan dalam bergerak dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang tegaknya tubuh, lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan kecepatan dalam bergerak dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.
3.
Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan
sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak jarang merasa emptiness
(kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada yang memperhatikannya.
Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan pada
lansia kapan ia akan meninggal.
E. Masalah
Di Bidang Psikogeratri
1.
Kecemasan
a.
Pengertian
Gangguan kecemasan pada lansia
adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif kondlusif, gangguan
kecemasan umum, gangguan stress akut, gangguan stress pasca traumatic
b.
Gejala
kecemasan
Perasaan
khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang akan terjadi
Sulit
tidur sepanjang malam
Rasa
tegang dan cepat marah
Sering
mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang
berat, misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya
Sering
membayangkan hal-hal yang menakutkan
Merasa
panic terhadap masalah yang ringan
c.
Tindakan
untuk mengatasi kecemasan
Cobalah
untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih saying
Bicaralah
tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk menentukan penyebab mendasar
(dengan memandang lansia secara holistic).
Cobalah
untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh empati
Bila
penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-alasan yang dapat
diterima olehnya
Konsultasikan
dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau bila telah dicoba
dengan berbagai cara tetapi gejala menetap.
2.
Depresi
a.
Pengertian
Depresi adalah suatu jenis
keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa sedih,
susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk
penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto).
Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia dan alasan terjadinya
kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian hidup,
dan masalah fisik pada lansia. Memang, depresi sering disalahartikan sebagai
demensia. Kemampuan mental klien dengan depresi tetap utuh, sedangkan pada
klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.
b.
Tipe
depresi
Terdapat
2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan deprsesi endogen.
Depresi
endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal dalam hidupnya. Individu dengan
depresi endogen betul-betul dapat mengalami gangguan mental bahkan mengalami
delusi, dan sering kali mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah pengalaman yang
biasa pada lansia, terutama laki-laki. Oleh karena itu, semua ancaman ini harus
ditangani dengan serius.
Klien dengan depresi eksogen biasanya mendapat
dukungan yang cukup pada stuasi depresi, seperti setelah berduka karena
kehilangan atau selama tinggal di rumah sakit. Kadang-kadang dapat dilakukan
sesuatu terhadap penyebab depresi yang dialami lansia yang ketakutan untuk
kembali ke rumah setelah tinggal dirumah sakit. Hal yang dapat dilakukan adalah
dengan memastikan bahwa mereka mendapat cukup dukungan di rumah.
c.
Penyebab
depresi pada lansia:
Penyakit
fisik
Penuaan
Kurangnya
perhatian dari pihak keluarga
Gangguan
pada otak (penyakit cerebrovaskular)
Faktor
psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak lansia yang
mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat.
Serotonin
dan norepinephrine
Zat-zat
kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang. Neurotransmitter sendiri
adalah zat kimia yang membantu komunikasi antar sel-sel otak.
d.
Factor
pencetus depresi pada lansia:
Faktor
biologic, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor risiko
vaskular, kelemahan fisik.
Faktor
psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa kehidupan
seperti berduka, kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan perubahan
situasi, stres kronis dan penggunaan obat-obatan tertentu.
e.
Gejala
depresi pada lansia:
Secara
umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek,
hobi, atau rekreasi tidak rnemberikan kesenangan.
Keluhan
fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
·
Distorsi
dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung
untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang
cenderung akan kehilangan gairah makan.
·
Nyeri
(nyeri otot dan nyeri kepala).
·
Berat
badan berubah drastic
·
Gangguan
tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian
orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami
depresi justru terlalu banyak tidur.
·
Sulit
berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk
mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa
kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu
tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, "saya tidak bisa
berkonsentrasi".
·
Keluarnya
keringat yang berlebihan.
·
Sesak
napas.
·
Kejang
usus atau kolik.
·
Muntah.
·
Diare.
·
Berdebar-debar.
·
Gangguan
dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan
mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk
mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami
depresi mungkin akan gampang letih dan lemah.
·
Kurang
energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa,
"saya selalu merasah lelah" atau "saya capai".
Secara
biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit sistemik dan
penyakit degeneratif.
Secara
psikologik gejalanya:
·
Kehilangan
harga diri/ martabat.
·
Kehilangan
secara fisik prang dan benda yang disayangi.
·
Perilaku
merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/ narkoba,
nikotin, dan obat-obat lainnya, makan berlebihan, terutama kalau seseorang
mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes,
hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis
perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.
·
Merasa
putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang
tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri.
Pemikiran seperti, "saya menyia-nyiakan hidup saya" atau “saya tidak
bisa rncncapai banyak kemajuan", seringkali terjadi.
·
Mempunyai
pemikiran ingin bunuh diri.
·
Gejala
social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat tinggal.
3.
Insomnia
a. Pengertian
Kebiasaan atau pola tidur lansia
dapat berubah, yang terkadang dapat mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain
yang tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur
sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan
kegiatannya pada malam hari.
b. Penyebab insomnia pada lansia
Kurangnya
kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih semangat sepanjang
malam
Tertidur
sebentar-sebentar sepanjang hari
Gangguan
cemas dan depresi
Tempat
tidur dan suasana kamar kurang nyaman
Sering
berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari
Infeksi
saluran kemih
4.
Paranoid
a.
Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada
orang yang mengancam mereka, membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau
mencuri barang miliknya
b.
Gejala
Paranoid
Perasaan
curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orang-orang di sekelilingnya
Lupa
akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang di
sekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang miliknya
Paranoid
dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi dan rasa marah
yang ditahan
Tindakan
yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah memberikan rasa aman
dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan alas an yang jelas dalam setiap
kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.
5.
Demensia
a.
Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi
mental umum, terutama intelegensi, disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang
tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995). Demensia adalah
gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan berat pada proses
kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004). Menurut Roger
Watson, demensia adalah suatu kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemampuan
kognitif secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.
b.
Jenis
demensia:
1.
Demensia
jenis Alzheimer
Patofisiologi:
Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil atau neuritik) di jaringan
otak atau adanya kekusutan neurofibriler (akumulasi simpul filamen saran pada
neuron. Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel saraf,
hilangnya sambungan antar neuron dan akhimya atrofi serebral.
Penyebab
·
Genetika:
Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi demensia jenis
alzheimer. Penyakit alzheimer familial memiliki awitan sangat dini (usia 30-40
th) dan bertanggung jawab atas 20% dari semua kasus demensia jenis ini.
Penyakit ini berkaitan denga gen¬gen abnormal dikromosom 1, 14 dan 21. Adanya
apolipoprotein E 4 (apo, E 4) dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak pada
penderita demensia jenis alzheimer dibanding populasi umum.
·
Modal
toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium pada otak akibat
pajanan alat-alat dan produk alumunium dapat menyebabkan demensia jenis
alzheimer. Bukti untuk teori ini masih sedikit.
·
Abnormalitas
neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin (neurotransmiter kolinergik
mayor) berkaitan dengan gejala-gejala gangguan kognitif (demensia).
(peningkatan kadar asetin kolin merupakan dasar untuk terapi obat yang
disetujui FDA untuk demensia).
Tahap
Perilaku Afek Perubahan Kognitif Ringan
·
Sulit
menyelesaikan tugas
·
Penurunan
aktivitas yang mengarah pada tujuan
·
Kurang
memperhatikan penampilan pribadi dan
·
aktivitas
sehari-hari
·
Menarik
diri dari aktivitas social yang biasa
·
Sering
mencari benda-benda
·
karena
lupa meletakannya;
·
dapat
menuduh orang lain telah mencurinya
·
Cemas
·
Depresi
·
Frustasi
·
Curiga
·
Ketakutan
·
Kehilangan
ingatan tentang
·
peristiwa
yang baru saja terjadi (lupa akan janji
·
temu
dan percakapan)
·
Disorientasi
waktu
·
Berkurangnya
kemampuan konsentrasi
·
Sulit
mengambil keputusan
·
Kemampuan
penilaian buruk
Tahap
perilaku afek Sedang
·
Perilakunya
tidak pantas secara sosial
·
Kurang
perawatan diri (misal mandi, toileting, berpakaian, berdandan)
·
Berkeluyuran
atau mondar-mandir
·
Senang
menimbun barang-barang
·
Hiperoralitas
·
Mengalami
·
gangguan
siklus tidur-bangun
·
Mood
labil Datar
·
Apatis
·
Agitasi
·
Katas
tropi Paranoia
·
Kehilangan
ingatan tentang hal-hal yang baru atau lama (amnesia) Konfabulasi
·
Disprientasi
waktu, tempat dan orang
·
Sedikit
agnosia, apraksia dan afasia
Tahap
perilaku afek Berat
·
Penurunan
kemampuan ambulasi dan aktivitas motorik lainnya
·
Penurunan
kemampuan menelan
·
Sama
sekali tidak bisa mengurus diri (misalnya membutuhkan perawatan yang konstan)
·
Tidak
mengenali lagi keberadaan pemberi asuhan Datar, apatis Reaksi Katastropik
occasional dapat berlanjut. Semua perubahan kognitif berlanjut sejalan dengan
meningkatnya amnesia, agnosia, aprasia dan afasia.
2.
Demensia
vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada tahun
pertama terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui mengalami faktor
resiko penyakit vaskuler (misalnya hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).
3.
Jenis
demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti penyakit
parkinson, penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldt-jakob.
Demensia yang disebabkan kondisi-kondisi tersebut dicatat sesuai penyakitnya
yang spesifik.
c.
Gejala
demensia:
1.
Afasia:
kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara memburuk dan klien sulit
"menemukan" kata-kata.
2.
Apraksia:
rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik sekalipun fungsi sensoriknya
tidak mengalami kerusakan.
3.
Agnosia:
kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda urnurn walaupun
fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
4.
Konfabulasi:
mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh individu yang
terkena.
5.
Sundown
sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.
6.
Reaksi
katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi kuat inenyakiti diri
sendiri atau orang lain.
7.
Perseveration
phenomenon: perilaku berulang, meliputi mengulangi kata-kata orang lain.
8.
Hiperoralitas:
kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah benda-benda yang cukup kecil untuk
dimasukkan ke mulut.
9.
Kehilangan
memori: awalnya hanya kehilangan memori tentang hal-hal yang baru terjadi, dan
akhirnya gangguan ingatan masa lalu.
10. Disorientasi waktu, tempat dan
orang.
11. Berkurangnya kemampuan
berkonsentrasi atau mempelajari materi baru.
12. Sulit mengambil keputusan.
13. Penilaian buruk: individu ini
mungkin tidak mempunyai kewaspadaan lingkungan tentang keamanan dan
keselamatan.
d.
Etiologi
demensia
Faktor-faktor
yang berkaitan dengan demensia adalah:
1.
Kondisi
akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut yang
menyebabkan delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa
kondisi ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2.
Penyakit
vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat
menyebabkan stroke.
3.
Penyakit
parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
4.
Gangguan
genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5.
Penyakit
prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-jakob).
6.
lnfeksi
Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf pusat (SSP),
menyebabkan ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS
7.
Gangguan
struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan cidera akibat
trauma kepala.
F. Pendekatan
Perawatan Lanjut Usia
Dalam
pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu
ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual
dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan
menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan
yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental
health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak
tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial
dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang
menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara
utuh dan menyeluruh.
1.
Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting
untuk mencegah terjadinya cedera sehingga diharapkan melakukan pendekatan
fisik, seperti berdiri disamping klien, menghilangkan sumber bahaya
dilingkungan, memberikan perhatian dan sentuhan, bantu klien menemukan hal yang
salah dalam penempatannya, memberikan label gambar atau hal yang diinginkan
klien.
2.
Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan
penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat
dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan
dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para
lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Tripple”, yaitu
sabar, simpatik dan service. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi
terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini
meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru
terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan
pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan
pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau
yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa
melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan
untuk tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan
mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan dan
bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi
sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu
diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.
3.
Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan
ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan lansia dengan Tuhan atau agama
yang dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan
pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian. Seorang
dokter mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam
ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman
selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi dengan keluarga dan
lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan
memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam
mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh
persoalan keluarga, perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun
keluarga tadi ditinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka.
Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
4.
Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita
merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan
untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi
perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain. Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para
lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan
pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa,
stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga
menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak
jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat
diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan
demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun
terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan
sosial bagi lanjut usia.
BAB III
Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1.
Riwayat
Pernah
mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2.
Kaji
adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi
Mini
Mental Status Exam (MMSE)
(Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)
I.
ORIENTASI
·
tanyakan
hari ini tanggal berapa?
·
Kemudian
tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?
II.
REGISTRASI
·
Bila
memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya (memori).
·
Ucapkan
dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA, BENDERA, POHON. Dengan jarak
per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk mengulanginya. Jawaban pertama
menentukan skornya, tetapi mintalah pasien untuk mencoba terus (misalnya hingga
6 kali) bila gagal tes ini kurang bermakna.
III.
PERHATIAN
DAN PERHITUNGAN
·
Minta
pasien untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisi 7. Berhenti setelah 5
jawaban. Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.
·
Bila
dia tidak mampu menghintung, mintakan padanya untuk mengeja suatu kata dari
arah belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R), beri skor satu untuk setiap
huruf yang ditempatkan benar. Catatlah jawaban pasien
IV.
DAYA
INGAT
·
Minta
pasien unutk mengingat kembali ketiga kata yang ditanyakan kepadanya diatas
tadi.
V.
BAHASA
·
Menyebutkan
: perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : “apa ini?”
Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang benar
Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang benar
·
Pengulangan
: minta pasien untuk mengulangi : ‘bukan, itu bukan……………!, tetapi itu
………dan………! Beri skor 1 point bila pengulangan benar.
·
Perintah
tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana : “ambil kertas
ini dengan tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.”
Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar
Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar
3.
DATA
DEMOGRAFI
a.
Ras
dan suku apa ?
b.
Jenis
kelamin laki…… perempuan……
c.
Pernah
sekolah sampai ?
d.
Strata
2
e.
strata
1
f.
Program
diploma
g.
SMA/
Sederajat
h.
SMA
(tidak tamat)
i.
SMP
ke bawah
B. Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan
pola tidur b.d ansietas
2.
Gangguan
proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible.
3.
Risiko
cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
4.
Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologist).
5.
Kurang
perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
6.
Potensial
terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh
penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit
C.
Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan
pola tidur b.d ansietas.
·
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola tidur yang
teratur.
·
Kriteria
Hasil:
a.
Klien
mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
b.
Klien
mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
c.
Klien
mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi penyebab tidur
tidak adekuat.
d.
Klien
mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran
yang melayang-layang (melamun).
e.
Klien
tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
·
Intervensi
a.
Jangan
menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur
pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi
disebabkan oleh tidur siang yang singkat.
b.
Evaluasi
efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan
kortikosteroid termasuik perubahan mood, insomnia.
c.
Tentukan
kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien (member susu
hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien
pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
d.
Berikan
lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang
selama tidur, meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovaskuler
terhadap suara meningkat selama tidur.
e.
Buat
jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan
mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis,
sehingga irama sikardian terganggu.
f.
Berikan
makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
g.
Putarkan
music yang lembut atau “suara yang jernih”.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain
dari lingkungan sekitar yang akan menggaggu tidur.
h.
Berikan
obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi menigkatkan
kemampuan untuk ttidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung,
memperburuk kognitif an efek samping hipertensi ortostatik.
2. Gangguan
proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible.
·
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir rasional.
·
Kriteria
hasil :
a.
Klien
mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian
yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri
b.
Klien
mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative
c.
Klien
mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan factor penyebab
d.
Klien
mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan
kebingungan.
·
Intervensi:
a.
Kembangkan
lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik
Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan,
meningkatkan pengembanagan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik
psikologis.
b.
Kaji
derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian,
kemampuan berfikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan
memengaruhi rencana intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar berulang
dapat meningkatkan risiko yang negative atau tingkat frustasi.
c.
Pertahankan
lingkungan yang menyenangkan dan tenang.
Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan
gangguan neuron
d.
Tatap
wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan
perceptual.
e.
Gunakan
distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan
ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.
Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi.
Orientasi pada realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri
dan kemuliaan (kebahagiaan personal).
f.
Hormati
klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan
penghormatan, penghargaan, dan kebahagiaan.
g.
Bantu
klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label gambar atau
hal yang diinginkan klien. Jangan menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan.
Membantah klien tidak akan mengubah kepercayaan dan menimbulkan kemarahan.
h.
Berikan
obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.
Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.
3. Risiko
cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.
·
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak mengalami cedera.
·
Kriteria
hasil :
a.
Klien
mampu meningkatkan tingkat aktivitas.
b.
Klien
dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma atau cedera
c.
Klien
tidak mengalami trauma atau cedera
d.
Keluarga
mampu mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk
memperbaikinya.
·
Intervensi:
a.
Kaji
derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi
visual. Bantu keluarga mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin
timbul.
Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi
kesadaran perawat akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko
trauma karena kurang mampu mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual
berisiko terjatuh
b.
Hilangkan
sumber bahaya lingkungan.
Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah
awal terjadi trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan
dasar.
c.
Alihkan
perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat pagar
tempat tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi
yang meningkatkan risiko terjadinya trauma.
d.
Gunakan
pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia.
Hipotalamus dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan.
e.
Kaji
efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik,
gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat
menimbulkan kadar tolsisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat
diperlukan untuk mengurangi gangguan.
i.
Hindari
penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama
klien selama periode agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko
fraktur pada klien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).
4. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologis ).
·
Tujuan:
setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi penurunan lebih
lanjut pada persepsi sensori klien.
·
Kriteria
hasil :
a.
Klien
mengalami penurunan halusinasi.
b.
Klien
mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur
perilaku.
c.
Klien
mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.
·
Intervensi:
a.
Kaji
derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi
klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat
asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh.
Klien tidak dapat mengenali rasa lapar atau haus.
b.
Anjurkan
memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan
kesalahan intepretasi stimulasi.
c.
Pertahankan
hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi realita dengan
kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping
terhadap frustasi karena salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi
kehilangan kemampuan mengenali keadaan sekitar.
d.
Ajarkan
strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi
e.
Libatkan
dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke satu
pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan
orang lain.
5. Kurang
perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
·
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan
kunjungan klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
tingkat kemampuan.
·
Kriteria
hasil :
a.
Klien
mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau komunitas yang dapat
memberikan bantuan.
·
Intervensi:
a.
Identifikasi
kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.
Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah
dapat diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli.
b.
Identifikasi
kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar
mungkin dilupakan.
c.
Lakukan
pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri sesuai kemampuan.
Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian.
d.
Beri
banyak waktu untuk melakukan tugas
Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat
karena penurunan motorik dan perubahan kognitif.
e.
Bantu
mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.
6. Potensial
terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh
penyimpngan jangka panjang dari proses penyakit.
·
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping keluarga efektif.
·
Kriteria
hasil :
a.
Klien
mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri untuk mengatasi keadaan.
b.
Keluarga
mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan mendemonstrasikan tingkah laku
koping positif dalam mengatasi keadaan.
c.
Klien
mampu menggunakan system pendukung yang ada secara efektif.
·
Intervensi:
a.
Bantu
keluarga mengungkapkan persepsinya tentang mekanisme koping yang digunakan.
Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang strategi
koping memerlukan informasi akibat konflik.
b.
Libatkan
keluarga dalam pendidikan dan perencanaan perawatan dirumah.
Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah.
c.
Fokuskan
pada masalah spesifik sesuai dengan yang terjadai pada klien.
Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang tidak
menentu
d.
Realistis
dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.
Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru.
e.
Anjurkan
untuk tidak membatasi pengunjung.
Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas,
terbebas dari kesepian.
f.
Rujuk
pada sumber pendukung seperti perawatan lansia, pelayanan dirumah, berhubungan
dengan asosiasi penyakit demensia.
Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan,
mengurangi kejenuhan dan resiko terjadinya isolasi social dan mencegah
kemarahan keluarga.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A.
Simpulan
Lansia
atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Mental dapat
diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat
mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan
lingkungannya. Pada lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan
jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia
senja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lansia seperti
perubahan fisik, kesehatan umum dan lingkungan. Pada lansia sering muncul
masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi mental seperti
kecemasan, depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.
Masalah-masalah
tersebut dapat berdampak pada kelangsungan hidup lansia sehingga penting bagi
perawat untuk menanganinya. Berdasarkan masalah diatas dapat muncul beberapa
diagnose keperawatan seperti : gangguan pola tidur b.d ansietas; gangguan
proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible; risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan
kognitif; perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist); kurang perawatan
diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan ketergantungan fisiologis
dan atau psikologis.
Berdasarkan
diagnosa diatas perlu diberikan intervensi yang tepat seperti memberikan
lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur; pertahankan lingkungan yang
menyenangkan dan tenang; hilangkan sumber bahaya lingkungan; kaji derajat
sensori atau gangguan persepsi; identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan
berikan bantuan sesuai kebutuhan.
B. Saran
1.
Untuk
pembaca makalah dapat menambah pengetahuan terkait gangguan fungsi mental pada
lansia dan dapat mengimplementasikannya.
2.
Untuk
penulis dapat mengimplementasikan intervensi-intervensi untuk menangani lansia
dengan gangguan perubahan fungsi mental.
3.
Diharapkan
institusi dapat mengembangkan fungsi mental dan mengetahui bagaimana cara
mengatasi maslah gangguan pada lansia dengan gangguan fungsi mental.
4.
Diharapkan
pemda dapat mengetahui masalah yang ada pada lansia terkait penurunan fungsi
mental, memahami maslah dan dapat mengatasi gangguan fungsi mental pada lansia
dengan memberikan perhatian khusus pada lansia dengan gangguan fungsi mental di
dinas terkait.
5.
Diharapkan
panti werda dapat mengatasi dan memahami masalah pada lansia dengan penurunan
fungsi mental dan berkoordinasi dengan dinas pemda terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Kusharyadi. 2010.
Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Maryam, R. Siti.
2008. Mengenal Usi Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, Wahjudi.
1995. Perawatan Lanjut Usia.Jakarta: EGC
Tamher, S.,
Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan asuhan Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger. 2003.
Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC
Stuart & Sundeen. 1995.
Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth Edition. United State of
America : Mosby.
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi
Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC, Jakarta, 2000.
Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”,
Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian
Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.
Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3,
EGC, Jakarta 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar